Pakaian dalam bahasa jawa disebut sebagai ageman yang awalnya menempati kasta kebutuhan primer di era kolonisasi Belanda di Indonesia, kini sudah turun kasta menjadi sekunder bahkan tersier, terutama batik. Batik yang awalanya sangat eksklusif hanya dibuat dan boleh dipakai oleh kalangan bangsawan, kemudian hadir dengan berbagai macam turunannya dan memicu industrialisasi batik secara besar & masal. Apalagi setelah teknologi hadir di tengah industri batik yang sedang moncer memenuhi permintaan masal masyarakat terhadap batik yang selaras dengan aturan pemerintah untuk menerapkan seragam batik seragam dipakai oleh para pekerja kantor, sekolah dan institusi lainnya yang mengakibatkan filosofi batik semakin memudar dan bahkan menciptakan kalangan awam terhadap batik.
Sejatinya, batik adalah komoditas bernilai tinggi. Selain mampu memenuhi kebutuhan pakaian masyarakat, batik juga mengandung nilai filosofi dalam seni motif yang dituangkan, serta melalui proses produksi yang cukup panjang, tergantung berapa warna yang tertuang di dalam sehelai kain batik. Pada sisi lainnya, masyarakat juga sangat antusias untuk memiliki batik. Bagi masyarakat, memiliki batik adalah salah satu peran mereka untuk melestarikan eksistensi batik, memakainya di tempat umum dan membanggakannya di sosial media. Permintaan batik semakin hari semakin meningkat, batik akhirnya dimiliki Indonesia, setelah Unesco menetapkan batik sebagai warisan budaya tak benda Indonesia, tidak sedikit masyarakat yang memanfaatkan momentum ini, menyelinap di sela-sela peluang, menghadirkan berbagai macam pilihan tekstil yang dianggap batik, ditawarkan dengan harga yang sangat berbeda dan terjangkau dari harga batik yang sejati, padahal tidak melalui proses membatik yang sejati.
Tentu saja hadirnya teknologi mendorong banyak elemen masyarakat ikut nimbrung dalam perputaran ekonomi batik tersebut, semua aturan ditrabas sehingga menciptakan pasar baru dalam industri batik nasional yaitu segmentasi orang-orang yang awam terhadap batik, mereka-mereka yang menilai batik hanya dari penampilannya saja secara kasat mata, tetapi tidak memperhatikan bagaimana kain tersebut dibuat dan diproses. Sehingga, timbul ancaman-ancaman lainnya dari inklusifitas batik yang saat ini sudah bisa dirasakan oleh banyak kalangan.
Salah satu ancaman nyata yang sudah menjangkit kronis industri batik nasional adalah sedikitnya anak muda yang mau terlibat dalam industri batik nasional, tidak banyak ibu-ibu pembatik yang memiliki anak dan mau meneruskan pekerjaan ibunya sebagai pembatik, padahal era modern ini industri batik nasional butuh anak-anak muda yang idealis, kreatif & penuh inovasi untuk mengembangkan batik lebih menarik lagi di kancah domestik maupun internasional. Menurunnya permintaan batik sejati karena banyak masyarakat yang lebih mengutamakan faktor harga daripada esensi batik itu sendiri, memicu menurunnya regenerasi sumber daya manusia dalam industri batik nasional.
Penulis juga sudah melakukan banyak riset lapangan, bertanya kepada 10 anak muda di gang-gang sempit Kampung Batik Kauman & Kampung Batik Laweyan, hasilnya adalah 8 dari 10 anak muda yang saya tanya tentang definisi batik, mereka menjawab motif bukan prosesnya. Anak muda melihat motifnya, tidak esensi yang terkandung dalam batik. Anak muda salah satu kelompok masyarakat yang masuk dalam kategori awam batik yang ketika melihat warna dari sebuah kain itu menarik dengan corak atau motif menyerupai batik, kemudian harganya terjangkau, ada potensi kain tersebut akan dibelinya. Tanpa mempertimbangkan siapa yang akan untung dari pembelian kain tekstil tersebut, jika kain tersebut dibuat oleh masyarakat lokal kita, tentu itu tidak masalah, tetapi jika kain tersebut dipasok dari Tiongkok atau negara lain yang mampu menghasilkan produk tekstil serupa dengan motif-motif menyerupai batik, maka, tidak akan lama lagi industri batik nasional akan segera mengalami kemunduran secara ekonomi.
Article by Putra William Wiroatmojo, Batik Enthusiast.
Berikut spesifikasi batik :
1. Blouse Wisya
Bahan: katun
Ukuran: L
Harga: Rp 150.000,-
2. Kain jarik
Bahan: paris
Jenis batik: kombinasi tulis
Ukuran: 2,0 x 1,15 meter
Harga: Rp 385.000,-