Batik Pagi-Sore: Ketidaksengajaan Terciptanya Sustainable Fashion Sejak 1942

Warnanya cerah ceria, diselimuti motif-motif merona bahagia, siapapun yang memakainya maka akan muncul aura keceriaan, kebahagiaan & kesejahteraan pada dirinya. Batik pesisiran yang tercipta di Pekalongan ini telah dipengaruhi asimilasi budaya Jepang & Tiongkok secara simultan diilustrasikan pada motif-motif yang tersemat di atas permukaan kainnya, bunga-bunga kesukaan orang Jepang tersemat disitu seperti: bunga sakura, krisan, dihiasi dengan motif fauna kupu-kupu kesukaan orang Tiongkok yang memiliki filosofi keabadian cinta, terakhir untuk memberikan kekuatan batik ada isen-isen yang dominan tersebar di seluruh permukaan kain yaitu motif-motif batik klasik seperti: parang, kawung dan lain-lainnya. Keberadaan frame atau pigura yang tersemat di ujung-ujung kain adalah adaptasi dari sushomoyo, pembatas yang ada pada kimono, pakaian tradisional orang Jepang, pigura tersebut menambah daya magis cantik batik pagi-sore karena terdiri dari deretan flora-flora yang disukai orang Jepang. Beberapa orang menyebutnya sebagai batik Djawa Hokokai tetapi sebagian orang lagi menyebutnya sebagai batik pagi-sore, tetapi ternyata keduanya memiliki perbedaan mencolok, dimanakah perbedaanya? Nantikan artikel sambung terkait perbedaan batik Djawa Hokokai & Batik Pagi-Sore.

Pada masa penjajahan Jepang, di medio tahun 1942 sampai 1945, Indonesia mengalam masa-masa sulit, terutama pasokan bahan batik, terkhusus lagi kain-kain mori polos yang digunakan sebagai bahan dasar membatik paling penting. Para pengusaha batik kebingungan berharap akan ada keajaiban pasokan melimpah kain mori, segala bujuk rayu & cara di terapkan untuk mempertahankan tenaga-tenaga batik yang ada di workshopnya. Seiring berjalannya waktu, kegiatan membatik mulai berkurang, seiring dengan sulitnya pengusaha batik mendapatkan kain mori. Banyak sekali pembatik-pembatik yang berhenti berprofesi karena pemasukan toko batik tidak menentu, alur produksi terhambat. Masalah ini terus dicari solusinya, hingga sampai ketika, para pengusaha batik memiliki sebuah ide brilian yaitu memanfaatkan kain-kain mori yang tersisa di workshop, menginstruksikan kepada para pembatik untuk membuat sebuah motif batik yang tidak biasa, sangat kompleks motifnya. Mengambil 2 asimilasi budaya dari 2 negara yaitu Jepang & Tiongkok dan memang, pada akhirnya batik pagi-sore ini menjadi salah satu batik pesisiran dengan motif terkompleks, perpaduan antara budaya asing & lokal.

Instruksi yang cukup rumit bagi para pembatik yang rata-rata usianya sudah tidak muda lagi, kerumitan motif tersebut membuat proses membuat batik pagi-sore ini membutuhkan waktu yang sangat lama dari biasanya, pewarnaannya pun sangat kompleks untuk mengilustrasikan keindahan bunga yang berbagai macam pesona warnanya, oleh karena itulah waktu yang panjang ini dimanfaatkan oleh para pengusaha batik untuk menahan para pekerja batik tinggal di workshopnya, sampai pasokan kain mori normal kembali.

Ciri utama yang tampak dari batik pagi-sore adalah dalam 1 helai kain memiliki 2 bagian motif & pewarnaan yang berbeda, sehingga batik ini menjadi solusi kelangkaan mori ketika itu, permintaan batik juga rendah, karena kesulitan ekonomi yang melanda masyarakat. Masalah-masalah yang muncul tersebut, justru menjadi berkah para pengusaha agar dapurnya tetap mengebul, tentu saja masyarakat juga mendapatkan manfaatnya yaitu ‘Sustainable Fashion’ yang ditimbulkan dari terciptanya batik Pagi-Sore tersebut. Saya menyebutnya sebagai ketidaksengajaan yang menciptakan sebuah efisiensi berpakaian di jaman penjajahan Jepang, masyarakat tidak perlu mengeluarkan uang banyak untuk bergaya fashion dengan batik ‘Sustainable Fashion’ atau batik Pagi-Sore tersebut, masyarakat cukup membelinya sekali dan bisa dipakai untuk 2 sesi dalam sehari. Seakan-akan ganti pakaian, tetapi ternyata itu adalah sehelai kain yang memiliki 2 motif & pewarnaan yang berbeda.

Bagian motif & pewarnaan yang terang dipakai untuk sesi sore-malam sedangkan bagian yang gelap bisa digunakan untuk sesi pagi-siang. Penggunaan kain mori & bahan-bahan batik yang lebih sedikit dari biasanya, telah menciptakan kestabilan lingkungan karena limbah yang ditimbulkan dari produksi batik Pagi-Sore lebih sedikit dari biasanya. Masyarakat juga tidak perlu banyak-banyak membeli kain batik karena jika ingin tampil berbeda demi padu-padan outfit, dalam seminggu, 1 orang hanya perlu membei 3 kain batik pagi-sore saja. Bagaimana, tertarik untuk berkampanye sustainable fashion dengan membeli & memakai batik pagi-sore, kami punya produknya!

Article by Putra William Wiroatmojo, Batik Enthusiast.

Ketidaksengajaan Terciptanya Sustainable Fashion

 

Berikut spesifikasi batik :
Bahan: katun
Jenis batik: print
Ukuran: 2,4 x 1,15 meter
Harga: Rp 145.000,-

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Open chat
1
Halo Mohon Info Untuk Batik Berkualitas dan Terbaik di Batik Putra Bengawan ??? Terima Kasih