Tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan berpakaian masyarakat Indonesia dipengaruhi trend berpakaian orang-orang Eropa yang dibawa oleh Belanda, salah satu titik pusat perubahan trend fashion di Indonesia era kolonial Belanda diawali dari kraton Surakarta. Menurut John Pemberton dalam bukunya ‘Jawa’ – ‘On The Subject of Java’ disebutkan bahwa modernisasi beskap diawali oleh Mangkunegara IV, tepatnya pada tahun 1871 beliau memotong jas orang eropa yang memanjang memiliki ekor. Setelah dipotong ekornya, terciptalah sebuah beskap modern yang bisa digunakan untuk menyimpan keris di punggungnya. Ada pula celana pantalon yang juga populer di kalangan kraton turut memberikan dampak perubahan padu padan fashion bagi masyarakat luar kraton.
Selain trend berpakaian, model rambut orang-orang Eropa juga diperkenalkan oleh Mangkunegara VI, pada tahun 1911 ketika bertemu dengan para pejabat utamanya, Mangkunegara VI menganjurkan para pejabat untuk mengubah potongan rambutnya seperti orang-orang Eropa, jika tidak keberatan. Pada saat itupula kebijakan cara berpakaian tidak serta merta ala orang Eropa ditegakkan. Awalnya rambut, kemudian pakaian, secara bertahap, hal ini dilakukan untuk menjaga stabilisasi & produktivitas industri batik nasional, khususnya di Surakarta ketika itu, direkam pada Het Vaderland edisi 27 Desember 1911.
Akhirnya, gerakan-gerakan untuk menggelorakan cara berpakaian ala Eropa muncul. Salah satunya dari persatuan guru-guru pribumi Jawa yang menuntut agar diperbolehkannya para guru berpakaian ala Eropa ketika mengajar di sekolah-sekolah. Salah satu motivasi berpakaian ala Eropa yang diusung oleh masyarakat khsusunya guru-guru pribumi Jawa adalah efisiensi secara ekonomi alias lebih hemat daripada harus memakai beskap yang dipadu padankan dengan bawahan batik & blangkon. Pada saat itu harga batik memang sangat tinggi, tidak semua orang mampu membeli komoditas ekslusif nan mahal tersebut. Melihat orang-orang Eropa tampil praktis & menurut masyarakat dinilai lebih ekonomis, maka banyak sekali gelombang masyarakat yang menginginkan aturan diubah yaitu diperbolehkan memakai pakaian ala Eropa. Namun ada beberapa pihak yang tidak setuju dengan permohonan tersebut, penolakan datang dari beberapa Bupati yang mengetahui rencana itu seperti diberitakan oleh Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie edisi 12 Februari 1914, menasihati agar tidak mengadopsi pakaian Eropa, alasannya karena pakaian Eropa tak bisa digunakan di masjid.
Maka dari itulah penulis menyebut guru menjadi salah satu faktor atau memiliki peran mengubah trend fashion atau cara berpakaian masyarakat Indonesia dari waktu ke waktu, dan secara tidak langsung mengikis produktivitas industri batik nasional karena orang-orang sudah beralih dari membeli batik ke membeli celana bahan yang tentunya lebih praktis & ekonomis di kantong. Jika ketika itu permohonan pemakaian pakaian Eropa dilarang, maka saat ini kemungkinan kita masih mempertahankan cara berpakaian yang tradisional, secara tidak langsung industri batik nasional turut terdampak positif, trend membeli batik untuk pakaian sehari-hari akan terus produktif, dan batik tidak dibeli hanya untuk dipakai ketika ada acara-acara resmi tertentu.
Article by Putra William Wiroatmojo
Berikut spesifikasi batik:
Bahan: Sutra ATBM
Jenis batik: Tulis
Ukuran: M
Harga: Rp 2.775.000,-