Akhir-akhir ini timeline sosial media dikerubuti banyak sekali atensi masyarakat yang membicarakan sebuah warna kebiruan nila indigo yang konon katanya digunakan sebagai simbol pergerakan masyarakat untuk menolak sebuah dugaan undang-undang yang tidak sesuai dengan ideologi negara. Tetapi kita tidak akan fokus disitu, penulis hanya akan fokus pada pewarnaan indigo atau nila yang akhir-akhir ini memenuhi timeline sosial media. Sebenarnya apa itu warna nila indigo? Banyak sekali batik-batik berwarna nila indigo terbuat dari apakah bahan pewarnaan tersebut? Dan beberapa hal yang menarik untuk dibahas.
Sebelum itu, penulis akan menjelaskan definisi warna nila indigo atau warna kebiruan yang berarti spektral indigo yaitu warna pada spektrum yang panjang gelombangnya antara 450 dan 420 nanometer terletak diantara biru dan ungu. Kata “indigo” berasal dari nama tumbuhan dari genus Indigofera (terutama tarum, I. tinctoria) yang digunakan sebagai pewarna pakaian. Warna ini adalah salah satu dari tujuh warna dalam spektrum optik yang didefinisikan oleh Isaac Newton (Wikipedia).
Beberapa tanaman yang bisa memunculkan warna kebiruan atau indigo yang mudah ditemukan di lingkungan sekitar adalah daun indigofera dan bunga telang, keduanya memiliki warna alami yang unik yang seringkali digunakan masyarakat terutama industri batik nasional untuk mewarnai kain batik. Kelebihan pewarnaan alami menggunakan daun indigofera dan bunga telang adalah daya cengkram pada kainnya sangat kuat sehingga tidak menimbulkan potensi luntur yang ditakuti ibu-ibu rumah tangga ketika mencuci baju, tetapi pewarnaan alami ini terbatas sekali tidak bisa seluwes pewarnaan sintetis.
Indigo adalah warna istimewa. Tidak seperti sekarang, dulu hanya kalangan tertentu yang bisa mengenakan pakaian berwarna indigo. Itu karena pewarna indigo harus didatangkan jauh dari negara jajahan. Indigo sendiri berasal dari kata indikon dalam bahasa Yunani yang berarti India.
Pada abad pertengahan pewarna indigo diimpor secara besar-besaran untuk pasar Eropa. Namun kemudian surut pada pertengahan abad 20. Industri tekstil beralih memilih pewarna kimia karena lebih tahan lama, murah, dan bisa tersedia dalam jumlah besar.
Indigo sintetis diperoleh dari aniline pada 1878 yang merupakan senyawa turunan benzena. Proses pewarnaan sintetik diketahui berdampak buruk ke manusia dan lingkungan. Akibatnya pewarna alami kembali digandrungi. Terlebih kini diketahui tekstil yang diberi pewarna alami memiliki aktivitas antibakteri.
Article by Putra William Wiroatmojo, Batik Enthusiast.
Berikut spesifikasi batik :
Bahan: katun
Jenis batik: tulis
Ukuran: 2,4 x 1,15 meter
Harga: Rp 4.375.000,-