Jika perdagangan rempah berkontribusi besar menyuplai logistik peperangan yang terjadi di Indonesia (Salim Fillah, Youtube Kaks Production), maka perdagangan batik memiliki peran menyuplai logistik dakwah pergerakan Islam di Indonesia terutama di Solo & Jogjakarta. Hal ini tidak lepas dari kiprah seorang raja batik asal Kauman, Yogyakarta yaitu Haji Bilal. Begitu juga yang dilakukan oleh Haji Samanhudi di Laweyan, Surakarta.
Menariknya, usaha batik ini ternyata tidak dilakukan secara parsial, seperti contohnya fokus mengerjakan produksi saja dengan mengesampingkan kegiatan penjualan & pemasarannya, atau sebaliknya hanya mengerjakan kegiatan penjualan & pemasaran, kemudian menunggu para produsen atau distributor mengirim batik-batik yang dipajang & dijual di tokonya, melainkan dikerjakan seluruhnya dari hulu ke hilir, luar biasa! Hal ini masih bisa kita telusuri jejaknya di Kota Yogyakarta, masih ada sisa-sisa pabrik produksi batik Haji Bilal yang bisa masyarakat telusuri jejaknya hingga koleksi-koleksi batik Haji Bilal yang juga masih diburu para kolektor sampai sekarang.
Penulis merasakan betapa sulitnya mengerjakan produksi pakaian dari hulu ke hilir, apalagi batik yang dibuat dari awal sekali dari mulai mendatangkan kain-kain polos untuk di tuangkan seni batik diatasnya sampai tercipta sempurna dan bisa disajikan kepada para peminatnya. Memang benar sulit mengelola produksi pakaian dari hulu ke hilir karena bagi penulis, produksi adalah medium yang berbeda dengan penjualan yang sekaligus sepaket dengan pemasaran, tentu saja membutuhkan sumber daya manusia yang banyak untuk mengelola produksi hulu ke hilir tersebut, jadi wajar saja jika firma Haji Bilal yang berdiri tahun 1912 dengan 700 karyawannya. Firma batik Haji Bilal terkenal dengan cara pemasaran yang unik di eranya dengan melakukan getok tular lewat kusir delman di Kota Yogyakarta. Seringkali Haji Bilal menitipkan batik-batiknya kepada kusir delman dengan harapan kusir-kusir tersebut mendapatkan tamu dan tertarik dengan batik Haji Bilal, jika kusir tersebut berhasil mendatangkan tamu ke workshop Haji Bilal, maka, akan ada bonus untuk kusir delman tersebut, apakah ini cikal bakal pemasaran toko oleh-oleh yang populer di Yogyakarta maupun Surakarta, lewat driver-driver yang bisa mendatangkan tamu, dan nantinya sang driver akan mendapatkan persenan dari pembelanjaan tamu-tamunya?! Bisa jadi!
Ketika sedang survive menghadapi krisis malaise tahun 1930an, batik Haji Bilal mengeluarkan sebuah inovasi usaha batik yang luar biasa, ketika batik-batik tulis yang mulai mengalami penurunan penjualan. Haji Bilal mengeluarkan produk-produk turunan batik, menjadi syal, taplak meja, dan aksesoris batik lain. Menambah variasi teknik pembuatan batiknya dari tulis ke cap untuk mendapatkan efisiensi & efektivitas produksi batik sehingga dapat dijual dengan harga yang relatif terjangkau. Terungkap slogan atau moto yang tersemat pada beberapa iklan-iklan batik & katalog batik Haji Bilal yaitu ‘Oentoeng Sedikit Djoeal Banjak’ mencerminkan sebuah slogan yang bersemangat, tidak kenal lelah maupun pantang menyerah, firma Haji Bilal memilih fokus kepada calon pembeli & pembeli, dengan menawarkan batik-batik dengan harga terjangkau agar supaya kuantitas penjualannya tinggi, menarik!
Menurut Ketua II PPBI Sekar Jagad yaitu Bapak Afif Syakur, beliau seorang kolektor batik dan juga saudagar batik di Yogyakarta pula mengatakan bahwa ‘Haji Bilal tidak memiliki karakter yang khas pada batik-batik ciptaannya. Beliau itu orangnya oportunis, selalu bisa memanfaatkan peluang yang ada, jika ada permintaan batik dengan trend tertentu Haji Bilal akan membuat dan menjualnya.’ ini disampaikan Bapak Afif Syakur ketika Pameran Batik ‘Kuasa Wanita Jawa’ pada sesi talkshow Batik Haji Bilal di Taman Budaya Embung Giwangan, Yogyakarta beberapa waktu yang lalu.
Dimensi produksi beliau kuasai, sektor penjualan & pemasaran beliau juga merajai sangat istimewa dan menginspirasi pengusaha & raja batik Yogyakarta yang satu ini, bukan seorang idealis, bukan seorang pragmatis, melainkan seorang oportunis yang mampu menghidupi banyak orang dari penjualan batik dan mampu menyematkan semangat filantropi, mendedikasikan sebagian hasil dagang batiknya untuk pergerakan dakwah Muhammadiyah, sempurna!
Article by Putra William Wiroatmojo, Batik Enthusiast
Refferences:
• Husnil, M. & Anugrah, Y. (2020). Haji Bilal Atmojoewana: Raja Batik dari Yogyakarta. Jakarta: Turun Tangan
• Kaks Production. (2024, 3 April). Ust. Salim A. Fillah Kupas Sejarah Islam Masuk ke Indonesia Berkaitan Dengan Perang Salib. Youtube. https://www.youtube.com/watch?v=Db0wGsmxyDc
• Lawasan Batik. (2020, 2 Oktober). Film Batik Haji Bilal – Mewarisi Kenangan Episode 2. Yotube. https://www.youtube.com/watch?v=KaJKbCxxsLQ
Berikut spesifikasi batik :
Bahan: katun
Jenis batik: tulis
Ukuran: L4
Harga: Rp 950.000,-